1.
Di
Indonesia
Kasus
Jiwasraya - PricewaterhouseCoopers (PwC)
Pada 2006-2012, KAP yang ditunjuk
adalah KAP Soejatna, Mulyana, dan Rekan. Sementara sejak 2010-2013, KAP
Hertanto, Sidik dan Rekan. Pada 2014-2015, KAP Djoko, Sidik dan Indra. Lalu 2016-2017,
PricewaterhouseCoopers (PwC).
PwC memberikan opini wajar tanpa
pengecualian atas laporan keuangan konsolidasian PT Asuransi Jiwasyara
(Persero) dan entitas anaknya pada tanggal 31 Desember 2016. Laba bersih
Jiwasraya yang dimuat dalam laporan keuangan yang telah diaudit dan
ditandatangani oleh auditor PwC tanggal 15 Maret 2017 itu menunjukkan laba
bersih tahun 2016 adalah sebesar Rp 1,7 triliun. Sementara itu laba bersih
Jiwasraya menurut laporan keuangan auditan tahun 2015 adalah Rp 1,06 triliun.
Pada 10 Oktober 2018, Jiwasraya
mengumumkan tak mampu membayar klaim polis JS Saving Plan yang jatuh tempo
sebesar Rp 802 miliar. Seminggu kemudian Rini Soemarno yang menjabat sebagai
Menteri Negara BUMN melaporkan dugaan fraud atas pengelolaan investasi Jiwasraya.
Audit BPK selama 2015-2016
menjadi rujukan. Dalam audit tersebut disebutkan investasi Jiwasraya dalam
bentuk medium term notes (MTN) PT Hanson International Tbk (MYRX) senilai Rp
680 miliar, berisiko gagal bayar. Berdasarkan laporan audit BPK, perusahaan
diketahui banyak melakukan investasi pada aset berisiko untuk mengejar imbal
hasil tinggi, sehingga mengabaikan prinsip kehati-hatian.
Pada 2018, sebesar 22,4% atau Rp
5,7 triliun dari total aset finansial perusahaan ditempatkan pada saham, tetapi
hanya 5% yang ditempatkan pada saham LQ45. Lalu 59,1% atau Rp 14,9 triliun
ditempatkan pada reksa dana, tetapi hanya 2% yang dikelola oleh top tier
manajer investasi. Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan kerugian hingga modal
Jiwasraya minus. Negara diperkirakan mengalami kerugian hingga Rp 13,7 miliar.
2.
Di
luar Negeri (Kasus Kecurangan Audit Phar Mor Inc)
Sejarah mencatat kasus Phar Mor
Inc. sebagai kasus fraud yang melegenda dikalangan auditor keuangan. Eksekutif
di Phar Mor secara sengaja melakukan fraud untuk mendapatkan
keuntungan financial yang masuk ke saku pribadi individu di jajaran
top manajemen perusahaan. Phar Mor Inc, termasuk perusahaan retail terbesar di
Amerika Serikat yang dinyatakan bangkrut pada bulan Agustus 1992 berdasarkan
undang-undangan U.S. Bangkruptcy Code. Pada masa puncak kejayaannya, Phar Mor
mempunyai 300 outlet besar di hampir seluruh negara bagian dan memperkerjakan
23,000 orang karyawan. Produk yang dijual sangat bervariasi, dari obat-obatan,
furniture, electronik, pakaian olah raga hingga videotape. Dalam melakukan
fraud, top manajemen Phar Mor membuat 2 laporan ganda. Satu laporan inventory,
sedangkan laporan lain adalah laporan bulanan keuangan (monthly financial
report). Satu set laporan inventory berisi laporan inventory yang benar (true
report), sedangkan satu set laporan lainnya berisi informasi tentang inventory
yang di adjustment dan ditujukan untuk auditor use only.
Demikian juga dengan laporan
bulanan keuangan, laporan keuangan yang benar – berisi tentang kerugian yang
diderita oleh perusahaan, ditujukan hanya untuk jajaran eksekutif. Laporan
lainnya adalah laporan yang telah dimanipulasi sehingga seolah-olah perusahaan
mendapat keuntungan yang berlimpah.
Dalam mempersiapkan
laporan-laporan tersebut, manajemen Phar Mor sengaja merekrut staf dari Kantor
Akuntan Publik (KAP) Cooper & Lybrand. Staf-staf tersebut yang kemudian
dipromosikan menjadi Vice President bidang financial dan kontroler,
yang dikemudian hari ternyata terbukti turut terlibat aktif dalam fraud tersebut.
Dalam kasus Phar Mor, salah satu
syarat agar internal audit bisa berfungsi, yaitu fungsi control
environment telah diberangus. Control environment sangat
ditentukan oleh attitude dari manajemen. Idealnya, manajemen harus
mendukung penuh aktivitas internal audit dan mendeklarasikan dukungan itu
kesemua jajaran operasional perusahaan. Top manajemen Phar Mor, tidak
menunjukkan attitude yang baik. Manajemen kemudian malah merekrut
staf auditor dari KAP Cooper & Librand untuk turut dimainkan
dalam fraud. Langkah ini bukan tanpa perencanaan matang. Staf mantan
auditor kemudian dipromosikan menduduki jabatan penting, tetapi dengan imbalan
harus membuat laporan-laporan keuangan ganda.
Sejauh ini manajemen Phar Mor
telah membuktikan tentang teori : The Fraud Triangle. Yaitu teori yang
menerangkan tentang penyebab fraud terjadi. Menurut teori ini, penyebab fraud
terjadi akibat 3 hal : Insentive/Pressure,
Opportunity dan Rationalization/ Attitude.
Insentive/Pressure adalah
ketika manajemen atau karyawan mendapat insentive atau justru
mendapat tekanan (presure) sehingga mereka “commited” untuk melakukan
fraud. Opportunity adalah peluang terjadinya fraud akibat
lemahnya atau tidak efektifnya kontrol sehingga membuka peluang terjadinya fraud.
Sedangkan rationalization/ attitude menjelaskan teori yang menyatakan
bahwa fraudterjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang membolehkan
terjadinya fraud. Dalam kasus Phar Mor, setidak-tidaknya top manajemen
telah membuktikan satu dari tiga penyusun triangle, yaitu : top manajemen
telah melakukan Insentive/Pressure.
3.
Kasus
yang lagi booming (BPK Temukan 6 Masalah Program Penanganan Covid-19
Pemerintah)
Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna
mengatakan terdapat 6 permasalahan dari hasil pemeriksaan Laporan Keuangan
Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2020 terkait pelaksanaan program penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) 2020.
“Dari hasil pemeriksaan
atas LKPP tahun 2020 terdapat sejumlah permasalahan ketidakpatuhan terhadap
Ketentuan perundang-undangan dan kelemahan dalam sistem pengendalian intern,
antara lain sebagai berikut,” kata Agung dalam Rapat Paripurna DPR ke-21 Masa
Persidangan V Tahun Sidang 2020-2021, Selasa (22/6/2021).
Dia menjelaskan, sesuai
amanat pasal 13 undang-undang nomor 2 tahun 2020 terkait penggunaan anggaran
dalam rangka pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang
diambil pemerintah terkait dengan penanganan covid-19.
“Sejalan dengan ketentuan
tersebut pada pemeriksaan LKPP tahun 2020, BPK telah melakukan
serangkaian prosedur pemeriksaan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah
atas pelaksanaan kebijakan keuangan negara dan langkah-langkah yang diambil
pemerintah dalam menangani covid-19 tersebut,” jelasnya.
Lanjut Agung menyebutkan
secara rinci 6 permasalahan yang ditemukan oleh BPK, yang pertama terkait
mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menangani dampak pandemi
covid-19 pada LKPP belum disusun.
"Kedua, Realisasi
insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka Penanganan COVID-19 dan
Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) Tahun 2020 minimal sebesar Rp 1,69 triliun
tidak sesuai ketentuan," lanjutnya.
Ketiga, pengendalian dalam
pelaksanaan belanja Program PC-PEN sebesar Rp 9 triliun pada 10
Kementerian/Lembaga tidak memadai.
Keempat, penyaluran
belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Non KUR serta belanja
lain-lain Kartu Prakerja dalam rangka PC-PEN belum memperhatikan kesiapan
pelaksanaan program, sehingga terdapat sisa dana kegiatan atau program yang
masih belum disalurkan sebesar Rp 6,77 triliun.
Kelima, terkait realisasi
pengeluaran pembiayaan Tahun 2020 sebesar Rp 28,75 triliun dalam rangka PC-PEN
tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan
penerima akhir investasi.
Keenam, “pemerintah belum
selesai mengidentifikasi pengembalian belanja atau pembiayaan PC PEN Tahun 2020
di Tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN Tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN Tahun
2020 yang dilanjutkan di Tahun 2021,” pungkasnya.
4.
Kasus Remot Audit
PT SUCOFINDO (Persero)
memberlakukan Remote Audit untuk jasa Sertifikasi sebagai wujud komitmen
perusahaan dalam mencegah penyebaran Covid-19 dengan menegakkan aturan jaga
jarak atau physical distancing.
“Mengingat kondisi pandemi yang belum
dapat dipastikan akhir waktunya, Remote Audit Sucofindo mampu mengakomodir
kebutuhan pelanggan terkait kebutuhan sertifikasi ataupun menjaga proses
sertifikasi yang ada, dan ini merupakan komitmen kami sebagai BUMN yang
mengutamakan Fokus Pelanggan sesuai dengan misi #BUMNKerjaDariHati,” tutur
Direktur Komersial 1 PT SUCOFINDO (Persero) Herliana Dewi.
Remote audit tetap mengacu pada
ketentuan Komite Akreditasi Nasional (KAN) terkait Antisipasi Dampak Pandemi
Covid-19 terhadap Proses Sertifikasi, Verifikasi dan Validasi sebagai suatu
upaya dalam rangka menjaga keberlangsungan usaha perusahaan “Dalam penggunaan
teknologi dan sharing document, SUCOFINDO menjamin kerahasiaan dari dokumen
tersebut dan keamanan pelanggan. Remote Audit ini juga lebih efisien dalam
waktu dan cost perjalanan,” ujar Herliana Dewi.
Selain itu, Remote Audit sertifikasi
ini juga mampu memelihara sertifikat yang sudah didapat oleh pelanggan. “Para
pelanggan dapat tetap mempertahankan sertifikat yang selama ini telah diperoleh
sesuai dengan jatuh tempo kegiatan sertifikasi, sehingga sertifikat yang telah
diterima oleh pelanggan tidak dibekukan ataupun dicabut,” kata Herliana.
Remote Audit sertifikasi ini
merupakan audit jarak jauh tanpa mengunjungi lokasi, baik secara keseluruhan
dan atau dilakukan secara sebagian dengan memanfaatkan teknologi. Mekanisme
Remote Audit sertifikasi ini dilakukan melalui media komunikasi seperti sharing
document sesuai dengan kebutuhan audit melalui link document dan aplikasi
online meeting yang disepakati bersama dengan pelanggan.
Herliana menambahkan bahwa
menggunakan Remote Audit Sertifikasi ini dapat mengakomodir beragam sertifikasi
ISO mulai dari aspek kegiatan perusahaan seperti lingkungan, keselamatan dan
kesehatan kerja, keamanan pangan, dan keamanan sistem informasi, serta mutu
produk.
Para pelanggan dapat mengajukan
permohonan Remote Audit dan mempersiapkan sarana dan prasarana yang dibutuhkan,
seperti koneksi internet dan aplikasi meeting online yang telah disepakati
bersama, serta kebutuhan penunjang sertifikasi, yakni dokumen administrasi
dalam bentuk soft copy atau salinan digital.
Dalam implementasi Physical
Distancing, PT SUCOFINDO (Persero) juga mengadakan pelatihan online yang
meliputi pelatihan Sistem Manajemen yang berbasis ISO, serta Eco Framework,
seperti PROPER (Program Pemeriksa Kinerja Perusahaan) dalam pengelolaan
lingkungan hidup dan LCA (Life Cycle Assessment). “Dalam pelatihan ini peserta
akan diberikan pemahaman teknik dan metode audit yang baik, mulai dari
perencanaan sampai dengan pelaporan. Pemateri kami adalah Lead Auditor PT
SUCOFINDO (Persero) yang sudah mempunyai kompetensi dalam memberikan
pelatihan,” kata Herliana.
Selanjutnya, dalam upaya pencegahan
penyebaran Covid-19 PT SUCOFINDO (Persero) saat ini dapat memberikan layanan
jasa untuk industri Kesehatan, yaitu memberikan pemastian mutu pada peralatan
kesehatan, dengan pengujian sterilitas dan kalibrasi untuk peralatan kesehatan
(ALKES), pengujian pada produk handsanitizer dan disinfektan, pemastian
terhadap Hygiene Industri, dan pengelolaan Sistem Manajemen Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (SMK3) melalui pelatihan dan sertifikasi.